July 7, 2008

Bioskop Jakarta-pun Pisahkan Tempat Duduk Pria-Wanita


Di zaman sekarang, bukan hal yang mengejutkan lagi jika ada yang mengatakan jika bioskop merupakan salah satu wahana yang sering disalahgunakan sebagai tempat melakukan kemaksiatan. Namun tahukah Anda jika di zaman dahulu, di Jakarta, bioskop sesungguhnya sudah mengantisipasi hal ini, agar tidak disalahgunakan, dengan memisahkan tempat duduk antara yang pria dengan wanita.

Dalam buku kecilnya berjudul “Nostalgia di Jakarta: Cuplikan Kisah-Kisah ‘Edan’ Seputar Jakarta di Masa Lalu” (Javamedia: Juni 2008) yang ditulis oleh Zaenuddin HM, seorang jurnalis senior kelahiran Betawi yang kini aktif di salah satu harian nasional, ditulis salah satu fakta yang sangat menarik tentang bioskop di Djakarta Tempo Doeloe.

Pada halaman 31 dengan judul tulisan “Pulang Nonton Bioskop, Suami-Isteri Berpisah” ditulis bahwa dahulu kala di Jakarta belum banyak berdiri bioskop seperti sekarang ini. Zaenuddin HM menulis, “Sejak tahun 1900-an dunia film Indonesia sudah ada dan mulai tumbuh. Di Jakarta khususnya, film diputar melalui bioskop keliling. Waktu itu memang belum ada gedung bioskop permanen. Lagi pula film-film yang diputar kala itu masih jenis film gagu alias tidak ada suara dan dialog di dalam ceritanya…”

Suatu waktu, di dekat Lapangan Ikada (kini kawasan Monas), didirikanlah sebuah bioskop yang sangat sederhana. Lalu kemudian berdiri pula beberapa bioskop dengan kondisi yang lebih baik.


“Yang unik dari bioskop-bioskop di Jakarta tempo dulu itu adalah tempat duduknya. Kenapa? Sebab tempat duduknya dipisah, untuk penonton pria ataupun wanita. Pemisahannya berupa lorong yang membelah sepanjang tengah-tengah bangsal dari depan dan belakang. Mengapa sampai dipisah, mungkin karena pertimbangan moral saat itu, ” lanjut Zaenuddin HM.

Uniknya lagi, dan ini bisa bikin kita tertawa, seringkali ketika bioskop bubar, banyak pasangan suami-isteri saling mencari dan terpaksa teriak-teriak, bahkan tak jarang ada yang pulang sendiri-sendiri lantaran tidak bersua juga. “Akibatnya bisa fatal, setelah pulang dari bioskop, di rumah bukannya tambah mesra justru bertengkar dan saling menyalahkan. Wah, bisa gawat. Itulah nostalgianya, ” tulis Zaenuddin HM sebagai penutup tulisan tersebut. Lucu? Memang.

Namun yang ingin saya sorot dari hal itu adalah bahwa seharusnya kita bisa mengambil hikmah darinya. Kenapa saat ini bioskop saat ini menjadi ladang maksiat bagi pasangan muda-mudi ilegal (yang sudah dianggap wajar)??? Padahal pada awalnya gedung bioskop bukanlah ajang seperti itu...

Seandainya pemerintah tergerak hatinya untuk mengurangi degradasi moral masyarakat, hal ini bisa menjadi salah satu langkah yang bisa dilakukan yaitu memisahkan tempat duduk di tempat umum, seperti terminal, stasiun, bus-bus angkutan umum, kereta, tempat makan (restoran) maupun gedung bioskop. Ya meskipun kembali ke zaman doeloe, asalkan itu lebih baik. Kenapa ngga???

No comments:

Post a Comment